#InfoEB
#Opini
#UlasanBuku
Jadi, Apa Makna Hidupmu?
Bagi kita yang sekarang menginjak usia dewasa sangat-sangat mengalami krisis eksistensial, bahasa bekennya half-life crisis, bagi para remaja yang memasuki fase dewasa awal pasti mengalami pencarian sebuah jati diri, dan bagi sebagian orang terkadang pernah merasakan bahwa hidup ini hampa, sangat hampa. Dari semua kejadian yang pernah kita alami itu tertuju pada satu titik: Makna Hidup.
Dalam Man’s Search For Meaning, dr.Viktor Frankl membagi buku ini kedalam dua pokok bahasan: pengalaman di kamp konsentrasi dan logoterapi secara ringkas. Mari kita bedah dua bahasan pokok ini.
[01 Pengalaman di kamp konsentrasi]
Bab pertama membahas pengalaman pribadi dr.Viktor Frankl ketika berada di kamp-kamp konsentrasi Nazi (Kamp Auschwitz-Birkenau, kaufering, Theresiendstadt dan Türkheim bagian kompleks Dachau) secara spesifik bercerita tentang penderitaan-penderitaan yang dialami oleh para tawanan.
Seorang tawanan kamp konsentrasi pada awal menginjakkan kakinya di kamp maka seketika itu dia akan kehilangan identitas dirinya sebagai seorang individu; pekerjaan, jabatan, pangkat, bahkan nama sekalipun lenyap, sebagai gantinya para tawanan diberi sebuah nomor tawanan sebagai identitas diri mereka (119.104 adalah nomor tawanan dr.Viktor E. Frankl).
Namun sebelum para tawanan baru dipaksa bekerja mereka harus mengalami seleksi hidup dan mati tahap pertama, para tawanan baru yang tiba dengan kondisi sakit atau tidak sehat akan dipastikan mereka dikirim menuju ke kamar pembakaran mayat, dan bagi para tawanan yang dianggap sehat akan menghadapi seleksi hidup dan mati tahap kedua.
Kemudian para tawanan dibagi kedalam beberapa kelompok kerja, dan kelompok-kelompok kerja ini dipimpin oleh seorang serdadu SS dan seorang capo, capo sendiri merupakan premannya tawanan. Menjadi capo adalah hal yang sangat mewah di dalam kamp, tetapi dr.Viktor sendiri hanya menjadi tawanan biasa.
Setelah dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian para tawanan dibagi lagi kedalam kelompok kerja, seperti bekerja sebagai pembuat parit, bekerja sebagai martir, adapula yang bekerja sebagai juru masak.
Para tawanan yang bekerja sebagai buruh seperti membuat parit memiliki penderitaan yang sangat-sangat berat. Di dalam kamp para tawanan disuruh bekerja tanpa lelah dan tanpa ampun, jika ada seorang yang sakit atau mengalami sedikit pincang saat bekerja bisa dipastikan tewas keesokan harinya.
Agar lulus dalam seleksi tahap kedua ini, para tawanan hanya bisa menerapkan satu hal “selalu bercukur dan tetap tampak sehat.”, hanya jika tawanan benar-benar merasa sakit seperti mengalam tifus atau eudema barulah tawanan boleh beristirahat di barak orang sakit.
Selain beban yang sangat berat saat bekerja, para tawanan juga diberikan jatah makan yang sangat buruk bahkan dibawah gizi standar.
Para tawanan hanya diberi jatah 2 kali makan bahkan seringkali di akhir bulan para tawanan hanya diberi semangkuk sup atau sepotong roti saja.
Jika hal ini terjadi, kadang para tawanan sering melakukan debat sepele antara dua kubu, kubu pertama menghabiskan rotinya sekaligus dan kubu kedua membagi dua roti tersebut untuk dimakan dan disimpan.
Ketika masa-masa terakhir berada di kamp, dr.Viktor Frankl mengalami banyak keberuntungan sehingga beliau lulus dalam seleksi hidup dan mati tahap kedua.
Namun, apa yang membuat dr.Viktor Frankl bertahan hidup bukan hanya karena keberuntungan tetapi karena makna, kebanyakan para tawanan yang sudah tidak memiliki apapun dalam hidupnya hanya mampu pasrah dan mengikuti nasib mereka kadang ada beberapa tawanan yang melakukan bunuh diri, namun dr.Viktor Frankl tidak begitu, beliau percaya manusia masih memiliki kebebasan dalam dirinya, kebebasan untuk menentukan nasib yang dia inginkan.
Karena adanya rasa kebebasan itu dr.Viktor Frankl terus hidup, terus memikirkan masa depan, ia membayangkan dirinya memberi sebuah kuliah mengenai pengalamannya di kamp konsentrasi.
Dari pengalaman dan penderitaan itu kita sadar bahwa seorang tawanan yang bisa selamat dan terus melanjutkan hidup adalah mereka yang memiliki makna dalam hidupnya.
Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa menemukan makna hidup kita?
[02 Logoterapi secara ringkas]
Dalam bab dua ini dijelaskan mengenai sebuah teori yang diusung oleh dr.Viktor Frankl, bernama logoterapi. Logoterapi sendiri adalah aliran psikoterapi yang menekankan pada pencarian makna hdiup, simpelnya seorang psikiater menuntun sang pasien menemukan makna hidupnya.
Berbeda dengan psikoanalisis Sigmund Freud yang berlandaskan pada will to pleasure (keinginan untuk mencari kesenangan) dan aliran psikologi Adler berdasar pada will to power (keinginan untuk mencari kekuasaan), Logoterapi sendiri menyebutnya sebagai will to meaning (keinginan untuk mencari makna).
Dalam logoterapi sendiri, makna hidup itu dapat dicapai melalui tiga hal:
1. Melalui pekerjaan atau perbuatan
2. Mengalami sesuatu atau melalui seseorang (cinta)
3. Menjalani penderitaan yang tidak bisa dihindari
Kesimpulannya buku ini sangat memiliki makna. Bagi kalian yang sedang merasa terpuruk dan tidak tahu apa yang harus dilakukan demi menjalani hidup, bacalah buku ini.
Dan mulai sekarang berhenti bertanya tentang makna hidup, dan biarkan kita yang ditanyai oleh hidup.
MENGULAS MAKNA HIDUP DALAM MAN’S SEARCH FOR MEANING